Di sebuah Kecamatan Kalianget, desa Kalimo’ok tepatnya di Sebelah timur lapangan terbang Trunojoyo Sumenep terdapat makam atau kuburan/Asta K. Ali Barangbang. Mengapa dikatakan Barangbang, karena terletak di dusun Barangbang.
K. Ali Barangbang mempuyai silsilah dari Syekh Maulana Sayyid Jakfar, As Shadiq atau dikenal dengan Sunan Kudus yang mempunyai keturunan Pang. Katandur yang mempunyai empat anak yaitu : K. Hatib Paddusan, K. Hatib Sendang, K. Hatib Rajul, K. Hatib Paranggan. Dari Putra pertamanya diberi keturunan K. Ali Barangbang yang wafat 1092 H.
K. Ali Barangbang mempuyai silsilah dari Syekh Maulana Sayyid Jakfar, As Shadiq atau dikenal dengan Sunan Kudus yang mempunyai keturunan Pang. Katandur yang mempunyai empat anak yaitu : K. Hatib Paddusan, K. Hatib Sendang, K. Hatib Rajul, K. Hatib Paranggan. Dari Putra pertamanya diberi keturunan K. Ali Barangbang yang wafat 1092 H.
Semasa hidupnya beliau, K. Ali adalah merupakan salah seorang ulama besar dan penyiar agama Islam yang sangat disegani. Bahkan Raja Sumenep juga berguru ke K. Ali. Konon menurut sejarah beliau. K. Ali mempunyai kelebihan diluar nalar, binatang (kera) di ajari berbicara bahkan sampai bisa mengaji. Pada waktu Sumenep pemerintahannya masih berbentuk kerajaan.
Seorang raja mempunyai anak, dititipkan K. Ali untuk belajar mengaji. Pada saat belajar mengaji Putra Raja tersebut dipukul oleh K. Ali. Setelah itu Putra Raja pulang dan mengadukan sikap K. Ali pada sang Raja. Jelas raja sangat marah namun Raja tidak langsung menghukum K. Ali namun memerintahkan sang prajurit untuk memanggil K. Ali dan menanyakan alasan kenapa putranya sampai beliau pukul.
Tanpa rasa takut K. Ali menjawab bahwa sebenarnya dia tidak berniat memukul putra raja melainkan kebodohan yang menemani putra raja. Mendengar jawaban tersebut raja tersinggung putranya di anggap bodoh, dengan marah kemudian raja mengatakan hal yang sangat mustahil, raja mengatakan bahwa jika memang K Ali bisa membuat orang pintar dengan memukul maka K. Ali boleh pulang membawa kera dengan syarat harus bisa mengajari sang kera mengaji.
Seorang raja mempunyai anak, dititipkan K. Ali untuk belajar mengaji. Pada saat belajar mengaji Putra Raja tersebut dipukul oleh K. Ali. Setelah itu Putra Raja pulang dan mengadukan sikap K. Ali pada sang Raja. Jelas raja sangat marah namun Raja tidak langsung menghukum K. Ali namun memerintahkan sang prajurit untuk memanggil K. Ali dan menanyakan alasan kenapa putranya sampai beliau pukul.
Tanpa rasa takut K. Ali menjawab bahwa sebenarnya dia tidak berniat memukul putra raja melainkan kebodohan yang menemani putra raja. Mendengar jawaban tersebut raja tersinggung putranya di anggap bodoh, dengan marah kemudian raja mengatakan hal yang sangat mustahil, raja mengatakan bahwa jika memang K Ali bisa membuat orang pintar dengan memukul maka K. Ali boleh pulang membawa kera dengan syarat harus bisa mengajari sang kera mengaji.
Ringkasnya sang kera dibawa oleh K. Ali ke rumahnya, dan setiap malam K. Ali mengajak sang kera untuk memancing bersamanya, hingga pada suatu malam tepatnya malam ke 39, K. Ali memberikan tali tambang yang terbuat dari sabut kelapa kepada sang kera dengan cara mengikatkan pada jarinya lalu dibakar. Sambil berkata K. Ali kepada kera : “Hai kera jika sampai pada jarimu api itu dan terasa panas di tanganmu maka teriklah dan katakan panas…” saat itulah kera bisa berbicara dan akhirnya sang kera bisa mengaji.
Tiba saatnya sang kera untuk pulang ke Keraton dan menunjukkan kemampuannya untuk mengaji. Di keraton K. Ali mengadakan pertemuan besar dengan raja dan disaksikan oleh para punggawa kerajaan sekaligus mengadakan pesta. Setelah semua berkumpul, kemudian sang kera di beri Al Quran, dan betapa terkejutnya sang raja beserta para punggawa yang hadir ketika melihat dan mendengar kera mengaji dengan indah.
Setelah selesai mengaji K. Ali melemparkan pisang kepada kera dan berkata “Ilmu Kalah Sama Watak” yang dalam bahasa maduranya “Elmo Kala ka Bebethe’”. Dan raja pun ikut berbicara bahwa barangsiapa yang menuntut ilmu tidak menginjak tanah brangbang maka ilmunya tidak syah.
Setelah selesai mengaji K. Ali melemparkan pisang kepada kera dan berkata “Ilmu Kalah Sama Watak” yang dalam bahasa maduranya “Elmo Kala ka Bebethe’”. Dan raja pun ikut berbicara bahwa barangsiapa yang menuntut ilmu tidak menginjak tanah brangbang maka ilmunya tidak syah.
Begitulah kisah cerita K. Ali yang rasanya sangat sulit di terima dengan akal sehat dan itulah kelebihan K Ali sampai sekarang Asta K. Ali Brangbang tidak pernah sepi dari peziarah. (Edy Rusman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar