Minggu

Syekh Al-Jilli

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillaahir rahmaanir rahiim...

Alhamdulillah, didalam pemikiran Islam, dikenal apa yang disebut "Insan Kamil" alias manusia yang sempurna. Insan Kamil merupakan derajat spiritual yang paling tinggi, yang menjadi dambaan setiap muslim. Bisa mencapai derajat sebagai Insan Kamil merupakan hal yang sangat berarti bagi orang yang beriman, karena mereka benar-benar dapat merasakan makna sebagai manusia yang sesungguhnya.

Derajat sebagai Insan Kamil hanya dikenal dalam dunia tasawuf. Banyak cara atau metode untuk mencapai derajat tersebut yang dirumuskan oleh para sufi termasyhur. Diantaranya Al-Jilli. Dalam Kitabnya "Al-Insan al-Kamil fi Makrifat al-Awakkhir wa Awali", beliau menuliskan pendapatnya tentang Insan Kamil dengan cukup mendetail, sehingga sering dikutip banyak penulis hingga kini. Siapakah Al-Jilli yang sesungguhnya.?

Nama lengkapnya Abdul Karim ibnu Ibrahim ibn Abdul karim ibn Khalifah ibn Ahmad ibn Mahmud al-Jilli. Disini para pengamat sufi berbeda pendapat tentang kapan dan dimana dia lahir dan kapan serta dimana beliau wafat.


Al-Jilli memang sufi yang misterius, karena riwayat hidupnya juga sangat sulit dilacak. Al-Jilli lahir disebuah desa dekat Bagdad yang bernama Al-Jil, yang kemudian dinisbahkan dibelakang namanya. Tetapi hal tersebut dibantah oleh pengamat sufi yang lain, katanya Al-Jil itu bisa diartikan sebagai pertalian nasab, keturunan Jil atau Jilan, yang menunjukkan bahwa Al-Jilli keturunan orang Jihan, di sebuah daerah di Kota Bagdad. Pendapat ini sejalan dengan beberapa catatan mengenai karya Al-Jilli yang menyebutkan dia masih keturunan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, pendiri tarekat Qadariyyah.

Menurut Al-Jilli, garis nasabnya tersambung dari cucu perempuan Syekh Abdul Qodir Jailani. Tapi beberapa ulama dan pengamat sufi sepakat lainnya bahwa Al-Jilli lahir pada bulan Muharam tahun 767 H di Bagdad, Irak.

Diriwayatkan, Al-Jilli kecil dididik dengan penuh disiplin oleh ayahandanya. Ketika masa remaja sewaktu Bagdad dikuasai oleh pasukan Mongol, dia dan keluarganya hijrah ke Zabib di Yaman. Disinilah Al-Jilli belajar agama secara intensif, antara lain berguru kepada Syekh Syarafuddin Ismail ibn Ibrahim Al-Jabarti (wafat 806 H). Belakangan dia juga belajar kepada seorang sufi besar di Hindukusy, India, pada 709 H. Tapi, tak ada catatan beberapa lama beliau tinggal di India.

Al-Jilli hanya menceritakan beberapa pengalamannya, antara lain ketika berkenalan dengan tokoh-tokoh tarekat, terutama tarekat Naqsyabandiyyah, Khistiyah dan Syuhrawardiyyah. Dia juga menceritakan persahabatannya dengan tema seperguruannya yaitu Syihabuddin Ahmad Raddad (wafat 821 H), perjalanannya ke Parsi (kini Iran) untuk bertemu dengan guru-guru sufi disana.

Pada tahun 799 H, dia menunaikan Ibadah Haji. Ketika itulah dia sempat berdiskusi dengan beberapa ulama besar. Empat tahun kemudian pada tahun 803 H, dia berkunjung ke Kairo, sempat mampir ke Universitas Al-Azhar dan bertemu dengan beberapa ulama. Dia sempat pula berkunjung ke Gaza di Palestina dan bermukim disana selama 2 (dua) tahun. Tapi tak lama kemudian dia kembali ke Zabib, karena ingin memperdalam pengetahuannya dengan berguru kembali kepada Al-Jabarti. Dan di kota inilah diperkirakan Al-Jilli wafat pada         (tahun 805 H/1402 M).

Al-Jilli juga menulis kitab tasawuf. Karya-karyanya tergolong berat dan salah satunya adalah  "Al-Insan al-Kamil fi Ma'rifat al-Awakhir wa Awali", yang telah disebut dimuka dan sebuah kitab yang dianggap mendapat pengaruh pemikiran Ibnu Arabi. Kitab lainnya, "Arbaun Mautian", yang memuat perjalanan mistiknya dan masih tersimpan di Dar el-Misriyah, Kairo.

Kitab lainnya, "Bahr al-Hudus wa al-Qidam wal Maujud al-Wujud wa al-Adam," naskahnya tidak diketemukan, tapi disebutkan dalam Kitab "Maratib al-Wujud". Sementara Kitab "Aqidah al-Akabir al-Muqtabasah min Ahzab wa Shalawat," membahas aqidah para sufi. Kitab tersebut kini tersimpan di Tripoli, Libya. Tapi master piece-nya tetap "Al-Insan al-Kamil fi Ma'rifat al-Awakhir wa Awali".

Beberapa penerbit tersohor dengan bangga menerbitkannya, seperti Maktabah Shabih dan Mustafa Al-Babi Al-Halabi dan Der el-Fiqr. Kitab yang terdiri dari 2 (dua) jilid ini memuat 63 bab, 41 bab dijilid pertama dan 22 bab pada jilid yang kedua.

Syarah atau komentar tentang kitab ini ditulis oleh beberapa ulama dalam berbagai kitab. Diantaranya "Mudihat al-Hal fi Sa'd Masmu'at al-Dajjar," disusun oleh Syekh Ahmad Muhammad ibnu Madani (wafat 1071 H/1660 M).

Syarah lainnya, "Kayf al-Bayan'an Asrar al-Adyan fi Kitab al-Insan al-Kamil," disusun oleh Abdul Gani Al-Nablusi (wafat 1159 H), juga beberapa syarah lainnya seperti karangan Ali Zadah Al-Baqi ibnu Ali (wafat 1159 H) dan Syekh Ali ibnu Hijazi Al-Bayumi (wafat 1183 H).

Kitab karangan Al-Jilli lainnya, "Al-Khaf wa ar-Raqim," memuat 2 (dua) naskah. Naskah pertama yaitu "Al-Khaf ar Raqim al-Kasyif al-Asrar bi Ism Allah ar-Rahman al-Rahim," dan naskah kedua berjudul "Al-Khaf wa Rahim fi Syarh Bismillah al-Rahman ar-Rahim". Kitab ini merupakan fajar kesufian terhadap makna Basmallah. Yang menarik, ia berusaha menafsirkan Surah Al-Fatihah, kata demi kata dan kalimat demi kalimat.


Karya Al-Jilli  lainnya yang berkaitan dengan tawasuf, antara lain, "Maratib al-Wujud wa Haqiqat al-Kulli Maujud", yang mengurai secara panjang lebar mengenai peringkat wujud dalam ajaran sufi. Dan Al-Jilli juga menulis syarah atas karya Ibnu Arabi, "Al-Risalah al-Anwar" dalam sebuah kitab yang berjudul " Al-Isfar'an al-Risalah al-Anwar fi ma Yatajalla li Ah al Dzikir min Asrar li Syeikh al-Akbar."


Ada satu naskah lagi, "Al-Sifah al-Nataij al-Asfar", yang diketemukan oleh peneliti tasawuf di Leipzigg. Ada sebuah kitab Al-Jilli lainnya yang hilang, berjudul "Al-Marqum al-Sirr al-Tauhid al-Mahjul wa Ma'lum", yang membahas rahasia ke-Maha Esa-an Allah SWT. Keberadaan naskah ini disebut dalam Kitab "Al-Kamalat al-Ilahiyyah".


Ada 28 jilid dari 30 jilid yang raib hingga kini. Ke 30 jilid itu termaktub dalam Kitab "Al-Haqiqah al-Haqai". Dua jilid yang masih bisa diketemukan ialah Kitab "Uqtah" (jilid pertama) dan Kitab "Al-Alif" (jilid kedua). Sampai kini, naskah kedua jilid tersebut tersimpan di Dar el-Kutub Al-Misiriyyah, Kairo.


Al-Jilli juga menulis Kitab mengenai akhlak luhur yang seharusnya ditempuh oleh seorang sufi, judulnya "Al-Ghunyah Arab al-Sama fi Kaysf al-Ghina'an Wajh al-Istma", yang ia tulis pada tahun 803 H di Kairo. Bukan hanya mengenal akhlak ideal seorang sufi, ia juga menulis kitab mengenai pengalaman sufisitasnya, dalam "Al-Manadzir al-Ilahiyyah". Kitab ini juga menguraikan dasar-dasar aqidah yang wajib diyakini orang muslim, terutama yang menempuh jalan tarekat.


Itulah beberapa kitab yang dikarang Al-Jilli. Gagasannya masih bisa dibaca sampai sekarang. Kekayaan intelektualnya sungguh mempesona publik tawasuf di seluruh jagat raya. Dan Al-Jilli meninggal tahun 805 H (1402 M). Insya Allah bermanfaat (Edy Rusman)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar